Merasa Kebal Hukum Kepala sekolah dan ketua panitia PPDB SMA Negeri 1 Semar mencoba jadi mafia pendidikan dengan melanggar noktah

0

 kesepakatan bapak gubenur Jabar.


(P S N) Patrosidaknews. Com

Carut marut pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) banyak menuai kritikan hingga kekecewaan para orang tua siswa, kalangan tokoh masyarakat serta stakeholder lainnya.


Pasalnya fakta di lapangan, penyelenggaraan PPDB khususnya di Jawa Barat setiap tahunnya selalu saja di temukan pelanggaran.Para orang tua serta pengamat kebijakan publik menilai pelaksanaan PPDB banyak melanggar sistem seperti tidak obyektif, ada unsur pemaksaan bahkan diperjualbelikan.


Informasi yang dihimpun dari beberapa sumber diketahui, sejumlah siswa yang masuk tidak memenuhi syarat ketentuan PPDB yang tertuang dalam Pergub 2024.HD, salah satu tokoh masyarakat, yang juga pengamat kebijakan publik menyebutkan, pihaknya mendapat pengaduan dari sejumlah para orang tua siswa lantaran harus membayar Rp. 10 Juta – Rp. 25 Juta agar bisa diterima.“Dengan terpaksa para orang tua harus membayar, agar anaknya bisa masuk. Ironis, pendidikan diperjualbelikan.


Ini kan jelas pungli yang merusak dan mencoreng dunia pendidikan,”ujarnya.Ia pun menyebut sejumlah kalangan dan masyarakat berkeinginan agar Ombudsman dan tim Investigasi Polda Jabar untuk melakukan audit terhadap sekolah-sekolah yang disinyalir melakukan pelanggaran.“Untuk itu, Ombudsman dan tim investigasi Polda Jabar harus menindaklanjuti keinginan masyarakat itu, agar dilakukan audit ulang,” tandasnya.HD berkeyakinan bila dilakukan kuisioner terhadap para siswa dengan mengisi lembar pertanyaan wawancara terkait nama, alamat, bisa masuk jalan apa, ke SMA Negeri 1 Semar maka dipastikan masalah ini akan terkuak dengan jelas.Ia juga mendorong agar kasus ini harus diusut sampai tuntas agar masyarakat mempercayai bahwa hukum masih bisa ditegakkan dan kepercayaan terhadap pelayanan pendidikan masih bisa dipulihkan.


Bahwa siapapun yang bermain dengan pungli dan kecurangan PPDB dapat terjerat hukum pasal 368, ayat 1, dan Undang-Undang Korupsi UU 31/1999 jo UU 20/2001.“Termasuk kemana saja aliran uangnya harus diusut sampai tuntas. Walau menyakitkan bila kita dengar bahwa tenaga pengajar guru terlibat dalam pasal tersebut diatas, tapi demi pendidikan yang lebih baik ke depan dengan mengedepankan objektivitas, transparansi dan akuntabel sebagai acuan pilot project supremasi hukum di dunia pendidikan. Agar kedepannya tidak ada lagi sekolah yang menjalankan praktek kecurangan suap menyuap, pungli dan rekayasa data juga sistem,” tandasnya. (*)

(Moch Asep)

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)