P S N) Patrolisidaknews. Com
SUMUT MADINA Permasalahan di Mandailing Natal kian hari kian pelik. Sejak ditetapkannya Erwin Efendi Lubis, Ketua DPRD Mandailing Natal, sebagai tersangka pada 15 Juni 2024, publik semakin mempertanyakan integritas lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan. Bagaimana mungkin seorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka tetap dilantik menjadi Ketua DPRD?
Pertanyaan itu bergaung, tak hanya di kalangan masyarakat umum, tapi juga di antara mahasiswa yang aktif mengawasi dinamika politik di daerah mereka. Salah satu suara lantang yang menyeruak dari kekecewaan ini datang dari Forum Paguyuban Mahasiswa Madina Nusantara (FPM Madina). "Apa sebenarnya yang terjadi saat ini di Mandailing Natal? Mengapa aturan yang jelas malah diabaikan?" tanya Sopian Suheri Lubis, Koordinator Nasional FPM Madina, dalam keterangannya yang penuh kegelisahan.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 6 tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih Dalam Pemilihan Umum. Calon yang telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi seharusnya mengalami penundaan pelantikan.
Aturan pada pasal 49 ayat 4 jelas menyatakan bahwa "KPU Kabupaten/Kota menyampaikan usulan penundaan pelantikan yang bersangkutan disertai dokumen pendukung kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota sampai dengan terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap." Namun, ironisnya, di Mandailing Natal, Erwin Efendi Lubis justru dilantik.
“Hal ini sudah cacat hukum,” lanjut Sopyan. "Kita mempertanyakan kerja nyata dari KPU Mandailing Natal. Bukankah mereka seharusnya lebih paham dengan aturan yang ada? Kenapa tetap ada pelantikan?"
Kekecewaan bukan hanya soal pelantikan semata, tapi tentang penghinaan terhadap keadilan itu sendiri. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kini menjadi harapan terakhir bagi masyarakat yang masih percaya bahwa kebenaran bisa ditegakkan. Masyarakat Mandailing Natal, terutama para mahasiswa, menginginkan DKPP untuk segera memeriksa KPU Mandailing Natal terkait pengajuan pelantikan ini.
“Jika institusi yang dipercaya menjaga demokrasi malah melanggar aturan, kepada siapa lagi kami harus berharap? Kami adalah anak-anak Mandailing Natal yang merindukan keadilan, keadilan yang indah dan berdiri tegak,” ungkap Sopian dengan nada penuh harap.
Namun, hingga hari ini, tak ada jawaban pasti. Hanya ada tanda tanya besar di tengah masyarakat yang semakin curiga. Mahasiswa Mandailing Natal berharap kebenaran tak hanya menjadi wacana kosong, tapi benar-benar bisa ditegakkan, meskipun itu berarti harus menggoyang orang-orang berkuasa di sana.
Ketika aturan yang ada diabaikan, keadilan bukan hanya sesuatu yang dipertanyakan, tapi juga dikhianati. Masyarakat Mandailing Natal menanti, dan mereka pantas mendapatkan jawaban.(tim)